Pak
Joko, guru bahasa Inggris yang paling aku benci masuk ke kelasku.
Ketika Pak Joko masuk ke kelasku semua anak menyorakinya. Ya, semua anak. Tidak
hanya aku yang membenci Pak Joko tapi semua teman sekelasku. Mungkin bukan
hanya teman sekelasku, tapi seluruh siswa di sekolah ini. Kami tidak menyukai
Pak Joko karena menurut kami, dia tidak bisa mengajar bahasa Inggris dengan
baik. Bayangkan saja, jika dia berbicara, tidak ada satu pun anak yang mengerti
apa yang dibicarakannya, apalagi ia berbicara dengan bahasa Inggris. Berbicara
dengan menggunakan bahasa Indonesia saja tidak jelas, bagaimana jika ia
berbicara bahasa Inggris. Hal itu juga menyebabkan jika ia mengajar, tidak ada
satu pun anak yang mau mendengarkannya. Tapi anehnya, ia selalu tersenyum
ketika ia disoraki oleh teman-temanku. Ia juga tetap tersenyum melihat anak
didiknya ngobrol sendiri ketika ia sedang
mengajar
***
Hari ini aku bangun kesiangan. Cepat-cepat aku mandi, sarapan dan mengambil sepedaku dan segera menuju ke sekolah. Jalanan sangat macet dan aku hampir tertabrak motor. Hari ini cukup untuk menghilangkan moodku. Ya, aku adalah orang yang mudah terbawa emosi. Sekali ada peristiwa yang menjengkelkan, itu akan menghilangkan moodku seketika. Sesampainya di sekolah, aku segera memarkir sepedaku dengan terburu-buru. Ketika aku keluar dari tempat parkiran motor, motor Pak Joko masuk ke tempat parkiran itu dengan terburu buru. Aku hampir terserempet. Aku benar-benar marah saat itu, segera saja aku memarahi Pak Joko yang teledor itu sampai hampir menabrakku.
“Bapak gimana sih! Ga liat ada saya di sini! Gimana kalo saya beneran terserempet?! Makanya hati-hati dong pak!” omelku. Pak Joko merasa bersalah, dan ia meminta maaf padaku. Tapi aku tidak memaafkannya dan langsung keluar dari tempat parkiran itu dan menuju ke kelasku yang berada di lantai 2.Sampai di kelas, aku baru menyadari bahwa tadi aku tidak melihat senyum Pak Joko. Aku sudah sering memarahi Pak Joko tapi aku selallu melihat dia meminta maaf sambil tersenyum. Tapi tadi aku tidak melihat senyum Pak Joko. Apa aku terlalu kasar? Sebenarnya tak pantas juga seorang murid membentak seorang guru. Aku harus meminta maaf pada Pak Joko.
“Len, mau temenin aku ga nemuin Pak Joko?” ajakku pada sahabatku, Elena. “Heh? Ngapain? Bukannya kamu benci banget sama Pak Joko?” Tanya Elena “Tapi tadi tuh aku ngebentak Pak Joko, jadi aku merasa bersalah banget, Temenin aku yah, “ pintaku. Elena mengangguk. Aku segera turun ke bawah mencari Pak Joko. Tapi aku tidak menemukannya di mana-mana. Akhrinya aku memutuskan untuk kembali ke kelas karena bel sudah berbunyi. Seperti biasa, setelah berdoa, ada beberapa pengumuman yang disampaikan oleh kepala sekolah lewat speaker. “Anak-anak yang terkasih, ada sebuah berita duka, istri dari guru kita, Pak Joko harus berpulang kemarin. Semoga Pak Joko ditabahkan hatinya dan tetap semangat mengajari para murid. Anak-anak, mohon doanya ya,” kata ibu Kepala Sekolah lewat speaker. Deg! Aku kaget mendengar berita itu. Pantas tadi aku tidak melihat senyum menghiasi wajah Pak Joko. Aku merasa sangat bersalah, Pak Joko sedang mempunyai masalah besar, tapi aku malah membuat dia semakin tertekan. Saat istirahat aku segera mencari Pak Joko. Akhirnya aku menemukan Pak Joko sedang berada di lapangan basket sekolahku.Ia sedang duduk sendiri dibawah pohon besar sambil mengamati sebuah foto, istrinya, dan anaknya yang tampak sangat bahagia. Dan aku melihat ia sedang menangis. Pak Joko yang selama ini selalu tegar dan tersenyum kini tampak sedang menangis. Aku mendekati Pak Joko tapi tidak menghampirinya. Aku berusaha agar Pak Joko tidak menyadari kehadiranku. Aku mendengar Pak Joko berbicara seperti ini dalam tangisnya, “Anakku, maafkan bapak ya. Bapak gagal menjadi ayah yang baik. Bapak gagal menyembuhkan penyakit ibu. Seandainya Bapak punya uang lebih, pasti bapak akan membawa ibu ke rumah sakit dan mendapat perawatan yang bagus. Bapak juga gagal dalam karir bapak. Bapak adalah guru yang tidak disukai oleh murid-murid. Setiap pelajaran Bapak selesai, mereka bersorak kegirangan seakan mereka lepas dari penderitaan Tapi kamu telah mengajari bapak untuk tetap terenyum meski di dalam hati bapak, bapak seringmenangis.”
Hari ini aku bangun kesiangan. Cepat-cepat aku mandi, sarapan dan mengambil sepedaku dan segera menuju ke sekolah. Jalanan sangat macet dan aku hampir tertabrak motor. Hari ini cukup untuk menghilangkan moodku. Ya, aku adalah orang yang mudah terbawa emosi. Sekali ada peristiwa yang menjengkelkan, itu akan menghilangkan moodku seketika. Sesampainya di sekolah, aku segera memarkir sepedaku dengan terburu-buru. Ketika aku keluar dari tempat parkiran motor, motor Pak Joko masuk ke tempat parkiran itu dengan terburu buru. Aku hampir terserempet. Aku benar-benar marah saat itu, segera saja aku memarahi Pak Joko yang teledor itu sampai hampir menabrakku.
“Bapak gimana sih! Ga liat ada saya di sini! Gimana kalo saya beneran terserempet?! Makanya hati-hati dong pak!” omelku. Pak Joko merasa bersalah, dan ia meminta maaf padaku. Tapi aku tidak memaafkannya dan langsung keluar dari tempat parkiran itu dan menuju ke kelasku yang berada di lantai 2.Sampai di kelas, aku baru menyadari bahwa tadi aku tidak melihat senyum Pak Joko. Aku sudah sering memarahi Pak Joko tapi aku selallu melihat dia meminta maaf sambil tersenyum. Tapi tadi aku tidak melihat senyum Pak Joko. Apa aku terlalu kasar? Sebenarnya tak pantas juga seorang murid membentak seorang guru. Aku harus meminta maaf pada Pak Joko.
“Len, mau temenin aku ga nemuin Pak Joko?” ajakku pada sahabatku, Elena. “Heh? Ngapain? Bukannya kamu benci banget sama Pak Joko?” Tanya Elena “Tapi tadi tuh aku ngebentak Pak Joko, jadi aku merasa bersalah banget, Temenin aku yah, “ pintaku. Elena mengangguk. Aku segera turun ke bawah mencari Pak Joko. Tapi aku tidak menemukannya di mana-mana. Akhrinya aku memutuskan untuk kembali ke kelas karena bel sudah berbunyi. Seperti biasa, setelah berdoa, ada beberapa pengumuman yang disampaikan oleh kepala sekolah lewat speaker. “Anak-anak yang terkasih, ada sebuah berita duka, istri dari guru kita, Pak Joko harus berpulang kemarin. Semoga Pak Joko ditabahkan hatinya dan tetap semangat mengajari para murid. Anak-anak, mohon doanya ya,” kata ibu Kepala Sekolah lewat speaker. Deg! Aku kaget mendengar berita itu. Pantas tadi aku tidak melihat senyum menghiasi wajah Pak Joko. Aku merasa sangat bersalah, Pak Joko sedang mempunyai masalah besar, tapi aku malah membuat dia semakin tertekan. Saat istirahat aku segera mencari Pak Joko. Akhirnya aku menemukan Pak Joko sedang berada di lapangan basket sekolahku.Ia sedang duduk sendiri dibawah pohon besar sambil mengamati sebuah foto, istrinya, dan anaknya yang tampak sangat bahagia. Dan aku melihat ia sedang menangis. Pak Joko yang selama ini selalu tegar dan tersenyum kini tampak sedang menangis. Aku mendekati Pak Joko tapi tidak menghampirinya. Aku berusaha agar Pak Joko tidak menyadari kehadiranku. Aku mendengar Pak Joko berbicara seperti ini dalam tangisnya, “Anakku, maafkan bapak ya. Bapak gagal menjadi ayah yang baik. Bapak gagal menyembuhkan penyakit ibu. Seandainya Bapak punya uang lebih, pasti bapak akan membawa ibu ke rumah sakit dan mendapat perawatan yang bagus. Bapak juga gagal dalam karir bapak. Bapak adalah guru yang tidak disukai oleh murid-murid. Setiap pelajaran Bapak selesai, mereka bersorak kegirangan seakan mereka lepas dari penderitaan Tapi kamu telah mengajari bapak untuk tetap terenyum meski di dalam hati bapak, bapak seringmenangis.”
Aku hampir menangis mendengar perkataan Pak Joko. Ternyata, dibalik senyum Pak Joko, Pak joko mempunyai masalah yang besar. Aku merasa bersalah ketika aku menyoraki Pak Joko. Lalu, aku menghampiri Pak Joko, dan berkata, “Pak, maafkan saya tadi telah membentak Bapak.” Pak Joko cepat-cepat menghapus air matanya. “Sudah, tidak apa-apa. Itu semua juga karena salah saya. Bel sudah berbunyi. Cepat masuk, jangan terlambat masuk kelas,” kata Pak Joko. Aku segera berlari menuju ke kelas. Segera aku menceritakan kisah Pak Joko kepada teman-temanku. Mereka merasa bersalah atas perilaku mereka yang sering menyakiti hati Pak Joko. Akhirnya mereka berencana untuk meminta maaf kepada Pak Joko besok.
***
Keesokan harinya kami mendengar kabar bahwa Pak Joko telah meninggal dunia bersama anaknya yang juga sedang sakit. Teman-temanku menangis mendengar kabar itu terlebih aku. Kami belum sempat meminta maaf kepada Pak Joko, tapi Pak Joko telah meninggalkan kami. Katanya Pak Joko meninggal karena tak sanggup menghadapi cobaan hidup. Tidak, Pak Joko tidak bunuh diri. Aku tahu Pak Joko adalah pria yang tegar. Ia meninggal karena stress tingkat tinggi karena istrinya meninggal. Di tambah lagi beberapa saat setelah kepergian istrinya, anak semata wayangnya juga meninggal karena sakit yang parah. Pak JoKo pun akhirnya jatuh sakit, tapi ia tidak mau berobat ke dokter. Ia berpikir bahwa ia sudah gagal dalam hidup ini. Ia sudah tidak punya siapa-siapa, buat apa ia hidup. Mungkin Pak Joko juga berpikir bahwa murid-muridnya akan senang jika ia mati, tapi TIDAK bagi kami. Kami telah menyesal dan kami sebenarnya menyayangimu, Pak Joko. Kami juga akan selalu mengingat senyummu, Pak Joko. We love you, Pak Joko. Pak Joko adalah pahlawan tanpa tanda jasa bagi kami dan juga negeri ini .
0 komentar:
Posting Komentar